Pada akhirnya Daniel mau juga menemani Abel menemui Luna. Pria itu sekarang sudah tidak bisa menolak keinginan Abel.
“Aku gak mau masuk ya,” kata Daniel sambil tetap mengemudi.
“Ih, katanya mau menemani,” protes Abel.
“Dasar gak bisa dipegang omongannya. Laki-laki itu yang dipegang omongannya.” Abel melipat tangannya.
“Gak cuma omongan tahu yang bisa dipegang,” kata Daniel dengan pelan.
“Apa?” tanya Abel yang mendengar Daniel berkata sesuatu.
Daniel gelagapan.
“Iya ... Iya aku temani,” kata Daniel pasrah.
Senyum Abel akhirnya mengembang juga setelah sekian lama dia menekuk mukanya karena kesal.
Sementara Daniel hanya bisa menghembuskan nafas pasrah karena sudah pasti dia akan mendengar omelan Luna lagi.
“Buahnya mana?” tanya Abel lagi. Dia sudah meminta tolong pada Lucas untuk membeli buah sebelum dia pergi ke rumah Abel tadi.
“Ada di bagasi,” jawab Daniel.
“Kok taruh di bagasi? Nanti kena panas, jadi layu buahnya. Berhenti dulu, pindahkan buahnya sini nanti aku pangku,” kata Abel.
“Tidak apa-apa. Lagi pula Luna juga tidak akan memakannya. Paling hanya akan dibagi-bagi ke perawat,” kata Daniel lagi.
“Kenapa taruh di bagasi?” tanya Abel.
“Ya mau taruh di mana lagi? Ini kan mobil sport hanya ada dua tempat duduk,” jelas Daniel.
“Ya siapa suruh pakai mobil sport? Lagi pula mobil ini gak nyaman untuk jarak jauh,” kata Abel.
Daniel memandang Abel.
“Kamu gak nyaman dengan mobil ini?” tanya Daniel.
Abel terdiam. Dia tidak ingin bilang sebenarnya tapi memang mobil Daniel ini membuatnya pegal apalagi jika perjalanan yang mereka tempuh jauh.
“Ya sudah, nanti aku ganti mobilnya,” kata Daniel.
“Buahnya... pindahkan dulu,” kata Abel.
Daniel menarik nafas panjang. Dia segera menepi dan mengeluarkan buket buah yang dibelinya. Dia kemudian menyerahkannya pada Abel.
“Tuh kan jadi layu,” kata Abel.
Daniel kemudian kembali ke kemudi dan melanjutkan perjalanan mereka.
“Terima kasih,” ucap Abel.
“Kenapa?” tanya Daniel.
“Sudah beli buahnya,” ucap Abel lagi sambil tersenyum.
Daniel otomatis tersenyum melihat senyum Abel. Hatinya merasa senang tiba-tiba, entah ke mana rasa kesalnya tadi.
“Masakan mi lagi ya,” pinta Daniel.
“Kamu ketagihan kan?”
Daniel mengangguk. Mi itu memang enak tapi waktu makannya bersama Abel lebih berharga.
“Oke bos,” kata Abel sambil mengacungkan jempolnya.
Sepuluh menit kemudian mereka tiba di rumah sakit tempat Luna dirawat. Keduanya langsung menuju ke ruangan Luna yang terletak di VVIP rumah sakit ini.
“Sini aku bawa buahnya,” kata Daniel sambil mengambil buket buah itu.
“Terima kasih.” Abel kemudian merapikan kembali gaun yang dia pakai hari ini.
Abel terlihat cantik dan imut dengan gaun berwarna seperti buah persik yang digunakannya. Rambutnya di urai ditambah dengan riasan wajah tipis dan bibir ombrenya membuat wanita itu semakin menggemaskan.
“Ayo!” tangan Daniel otomatis mengambil tangan Abel dan menggandengnya memasuki lift.
Hati Daniel menjadi lebih senang lagi karena Abel tidak menolak gandengan tangannya. Bahkan saat di lift pun keduanya tidak melepaskan gandengan tangan mereka.
Abel mengetuk pintu kamar Luna dan menunggu beberapa saat sampai Lucas-suami Luna membukakan pintu.
“Selamat pagi, Pak Lucas,” sapa Abel dengan senyum ceria.
“Pagi Bel. Kamu udah di tunggu sana,” kata Lucas sambil tersenyum ke arah Abel tapi tidak pada Daniel, senyum lelaki itu pudar saat melihat Daniel.
“Dia sepertinya masih cemburu padaku,” bisik Daniel pada Abel.
“Kenapa?” tanya Abel juga masih berbisik.
“Nanti aku ceritakan.”
“Pagi Bu Luna,” sapa Abel pada Luna yang terlihat lebih pucat daripada biasanya.
Abel langsung mendekat dan memeluk Luna erat.
“Aku kangen Bu Luna,” kata Abel.
Air matanya perlahan turun entah karena kerinduannya atau prihatin melihat kondisi Luna.
“Aku kangen Abel juga,” balas Luna.
“Aku bawa buah buat Ibu. Mau makan?” tanya Abel.
Luna mengangguk.
Abel kemudian menyuruh Daniel meletakkan keranjang buah itu di meja dan segera mengambil pisau buah dan juga membawa buah itu ke kamar mandi untuk dicuci. Tidak lama kemudian dia kembali dan duduk di samping Luna sambil memotong sebuah apel. Itulah kenapa Abel ngotot agar buahnya jangan sampai layu karena Luna pasti akan makan apa pun yang Abel tawarkan.
Daniel memandang kedua wanita itu, keduanya saling menyayangi satu sama lain. Melebihi hubungan bos dan sekretarisnya.
“Kamu kenapa kesini lagi?” tanya Luna pada Daniel.
Daniel mengangkat bahunya.
“Aku diseret kesini sama dia,” kata Daniel menunjuk pada Abel yang tengah mengupas apel.
“Aku kan butuh tumpangan kesini,” kata Abel santai tanpa perasaan.
“Kamu pikir aku ojek online?”
“Loh, bukan?” goda Abel.
Luna tertawa.
“Ini Bu, apelnya,” kata Abel setelah dia selesai mengupas dan memotong apel itu.
“Wah, terima kasih.” Luna mengambil sepotong apel itu dan kemudian memakannya.
“Hm enak sekali apelnya,” kata Luna.
“Ya iyalah, aku yang beli,” potong Daniel.
“Dasar pamrih,” sindir Abel lagi.
“Biarin.” Daniel mengejek Abel sambil mengeluarkan lidahnya.
“Sabar, aku tidak bisa membunuh orang,” kata Abel sambil mengelus dadanya.
“Kalian sudah akrab sekali ya” kata Luna.
Abel terdiam tapi kemudian tersenyum malu-malu.
“Abel, Daniel ini orangnya memang baik hanya saja dia kasar dan egois sekali,” kata Luna.
“Dan Daniel, Abel ini memang terlihat judes dan dingin. Tapi dia sebenarnya penyayang dan perhatian," kata Luna memotong Daniel yang ingin memprotes kata-kata Luna tadi mengenai dirinya.
“Tapi seperti aku bilang kemarin. Sebelum memulai sesuatu yang baru, selesaikan dulu apa yang menjadi masa lalu. Akan menyakitkan jika masa lalu belum selesai tapi kita sudah memulai sesuatu yang baru,” kata Luna lagi.
“Aku hanya ingin yang terbaik untuk kalian berdua. Tapi semua yang terbaik, hanya dapat ditentukan oleh kalian sendiri,” sambung Luna.
***
Hampir tiga jam Abel habiskan bersama dengan Luna. Keduanya tidak berhenti bercerita mengenai hal-hal receh sampai pembahasan kantor. Daniel sampai bosan mendengar keduanya berbicara tanpa henti. Wanita memang aneh.
“Habis ini kalian mau ke mana?” tanya Luna.
“Aku sih mau pulang ke rumah dan tidur,” jawab Abel santai.
“Enak saja, kamu harus temani aku juga. Kan sudah aku temani ke sini,” protes Daniel.
“Biarkan Abel istirahat,” ujar Luna.
Abel mengangkat kedua alisnya dan tersenyum mengejek ke arah Daniel. Abel akan selalu menang jika ada Luna. Daniel hanya bisa pasrah.
“Kalau begitu aku juga mau pamit, Bu Luna. Ibu pasti butuh istirahat,” kata Abel.
Luna tersenyum dan mengangguk.
Abel kemudian juga pamit pada Lucas dan kemudian pergi untuk pulang ke rumahnya. Dia tidak sabar untuk dapat tidur dengan tenang.
Daniel kembali mengambil tangan Abel untuk digandeng. Tapi kali ini Abel malah menarik tangannya.
“Kenapa?” tanya Daniel yang bingung.
“Kenapa apanya?” Abel bingung.
“Kenapa ditarik tangannya?” tanya Daniel lagi.
“Memangnya kenapa?” Abel menarik tangannya.
“Kan mau aku gandeng” kata Daniel.
Dia menatap Abel tajam.
“Kan lagi gak nyebrang jalan, kenapa harus gandengan?”
Abel kemudian berjalan lebih dulu meninggalkan Daniel di belakang. Daniel kemudian mempercepat langkahnya dan langsung mengambil tangan Abel, menggenggam tangan Abel erat sehingga sulit untuk wanita itu untuk melepaskan genggaman tangan Daniel.
“Lepas,” kata Abel.
Daniel tidak merespons apa pun, dia terus saja berjalan sambil menggandeng tangan Abel.
“Lepas,” kata Abel lagi.
“Kenapa?” tanya Daniel.
“Kenapa apa?”
“Kenapa harus dilepas?”
“Orang gandengan itu kalau lagi mau menyeberang jalan atau orang pacaran. Kita gak keduanya,” kata Abel.
Daniel menghentikan langkahnya, dia memandang Abel dan malah mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian kembali berjalan dengan masih menggandeng tangan Abel.
“Dasar aneh!” Abel mencibir kesal.
Abel tetap mengikuti langkah Daniel sampai ke tempat parkir. Tiba-tiba seseorang mendekat ke arah mereka. Daniel menghentikan langkahnya, pria itu membungkuk kepada Daniel dan kemudian menyerahkan sebuah kunci pada Daniel. Daniel mengambil kunci tersebut dan memberikan kunci mobilnya pada pria yang Abel duga sebagai pengawal Daniel.
“Kamu ganti mobil?” tanya Abel memandang Daniel dan pengawalnya dengan tatapan keheranan.
“Iya, soalnya kata kamu, kamu gak nyaman dengan mobil lamaku,” ujar Daniel.
Abel menggeleng-gelengkan kepalanya. Bisa-bisanya Daniel menanggapi perkataan Abel seserius ini.
Langkah mereka tertuju pada sebuah mobil yang sedang dibuka plastiknya oleh beberapa orang. Sebuah mobil keluarga yang harganya lumayan mahal yang hanya bisa dibeli kalangan orang atas. Abel tahu karena saat Luna ingin beli mobil, Abel pernah meriset mobil-mobil yang ada di pasaran waktu itu.
“Kamu beli mobil baru?” tanya Abel yang terkejut dengan kelakuan Daniel.
“Aku tidak punya mobil lain. Jadi aku beli lagi yang paling nyaman buat perjalanan jauh dan bisa dipakai buat tidur. Kamu suka?” kata Daniel dengan santai.
“Kapan kamu beli ini?” tanya Abel lagi.
“Tadi. Mobilnya bahkan langsung dibawa dari tempat belinya. Sini deh, mobilnya masih bau pabrik,” ucap Daniel sambil tertawa.
“Kamu beli mobil sudah kayak beli makanan di aplikasi daring,” kata Abel lagi.
“Yang penting kamu bisa nyaman kalau pergi sama aku,” kata Daniel.
Dia kemudian berbicara sebentar dengan pengawalnya. Setelah itu dia membuka pintu untuk Abel, mempersilahkan wanita itu untuk masuk ke dalam mobil baru Daniel. Setelah itu dia ikut masuk ke dalam mobil itu.
“Gimana? Enak gak? Nyaman gak?” tanya Daniel.
Abel memandang Daniel lagi. Untuk sesaat Abel lupa bahwa pria di hadapannya ini adalah seorang pengusaha terkenal yang tentu saja kaya raya. Sebuah kepincangan status ekonomi untuknya.
“Kalau aku bilang gak nyaman?” tanya Abel memancing reaksi dari Daniel.
“Ya aku tinggal bawa kamu ke tempat jualnya lagi terus suruh kamu untuk coba semua mobil yang ada di sana dan beli yang mana yang paling bikin kamu nyaman,” jawab Daniel.
“Yang ini saja. Sudah enak kok,” jawab Abel cepat. Ngeri juga kalau sampai Daniel benar-benar membawanya ke dealer.
“Benar?” tanya Daniel lagi untuk memastikan.
“Iya benar. Wah aku senang sekali.” Abel berusaha terlihat bersemangat dengan mobil baru Daniel itu.
“Oke. Kamu udah mau pulang?” tanya Daniel.
Abel mengangguk.
“Kita makan dulu ya?” tanya Daniel lagi.
Abel sempat lupa bahwa ini adalah jam makan siang. Dia sudah terlalu sering melewatkan makan siang sampai lupa.
“Iya. Kamu yang pilih tempat dan makanannya. Aku ngikut,” kata Abel.
“Oke bos,” jawab Daniel yang kemudian menjalankan mobil itu.
***
“Bel, kita udah sampai,” kata Daniel sambil menepuk-nepuk lengan Abel yang tertidur di sampingnya.
Abel mengerjap dan kemudian bangun.
“Ah iya, terima kasih ya sudah menemani aku ke tempat Bu Luna dan traktir makan siang,” kata Abel.
Dia bersiap untuk turun tapi Daniel menahan tangannya.
“Nanti malam aku jemput ya” kata Daniel.
“Mau ke mana?” tanya Abel.
“Ada. Pokoknya seru,” kata Daniel lagi.
Abel mengangguk. Lagi pula dia masih libur besok.
“Jangan pakai gaun,” kata Daniel lagi.
“Kenapa? Kita mau ke mana?” tanya Abel lagi.
Daniel hanya tersenyum.
“Lihat saja nanti.”
Waiting for the first comment……
Please log in to leave a comment.