13. Kencan Daniel

CEO OF BUCIN 1905 words 2021-06-18 11:28:32

“Bapak mau tetap menunggu di sini? Sepertinya Bu Abel akan lama.” Katrin menarik tasnya dan menatap Daniel yang berdiri terpaku di depan pintu.

Daniel tidak menjawab, dia hanya ingin berbicara dengan Abel. Jujur saja dia bahkan tidak tahu mau berbicara apa dengan Abel, dia hanya ingin bicara saja dengan gadis itu.

Merasa tidak ada jawaban, Katrin pun beranjak pergi.

“Saya duluan ya, Pak.”

Katrin kemudian pergi meninggalkan Daniel sendiri masih menatap Abel yang masih terlihat sibuk dengan pekerjaannya.

Daniel masih ingin menunggu Abel saat pelayannya datang menghampiri dia.

“Tuan muda sudah waktunya pergi. Tuan masih ada janji makan malam dengan Nona Safina,” kata pelayan itu.

Daniel menggigit bibirnya pelan, dia gamang apakah harus pergi atau tetap di sini menunggu Abel.

“Tuan, sebaiknya kita jangan terlambat. Tuan besar pasti akan sangat marah nanti,” kata pelayan itu lagi.

Daniel kembali mengingat kata-kata ancaman ayahnya. Dia begitu kesal karena mau tidak mau harus menuruti perintah ayahnya. Daniel kemudian meninggalkan kotak makanan itu di meja Abel dan kemudian pergi dari situ. Berharap semoga Abel mengambil kotak makanan itu dan melihat catatannya.

“Ayo pergi,” perintah Daniel.

***

Suasana restoran tidak terlalu ramai, mungkin juga karena hari ini hari kerja dan bukan akhir pekan. Daniel sudah berganti pakaian, kini dia menggunakan kemeja hitam ketat yang menampilkan otot lengannya dengan baik dan juga celana bahan berwarna coklat. Tangannya menggenggam sebuklet bunga yang sudah disiapkan pengawalnya.

“Nona Safina belum tiba Tuan muda. Silakan ambil meja di mana pun Tuan mau.” Seorang pelayan berkata pada Daniel.

Daniel melirik ke arah jam tangannya, wanita itu belum terlambat. Daniellah yang datang terlalu cepat. Daniel kemudian duduk di meja yang terletak di samping dinding kaca sehingga memperlihatkan pemandangan kota di malam hari.

Daniel mengerjap sedikit, perlahan-lahan bayangan dirinya dan Abel yang sedang makan malam itu kemarin malam muncul di kepalanya. Daniel menyunggingkan senyum mengingat Abel yang tersenyum takjub melihat pemandangan kota di malam hari.

Tunggu... perasaan apa ini?. Apa Daniel baru saja merindukan Abel?.

“Maaf aku telat ya?” seorang wanita cantik dengan gaun merahnya muncul di depan Daniel.

Cantik.

Hanya itu kata yang dapat digambarkan Daniel saat melihat wanita di depannya itu. Sejenak Daniel terpikat pada kecantikannya. Daniel memang sudah pernah melihat Safina beberapa kali tapi melihat wanita ini lebih dekat membuat Daniel terpukau.

“Halo,” kata Safina lagi sambil melambaikan tangannya di depan wajah Daniel karena pria itu mendadak kaku.

“Eh-eh maaf,” kata Daniel setelah sadar. Dia kemudian bangkit dan menarik kursi di depannya untuk ditempati Safina.

“Kamu cantik,” kata Daniel lagi.

Safina tampak tersipu.

“Terima kasih. Kamu juga ternyata lebih tampan daripada di foto,” kata Safina.

Daniel terkekeh sambil mengangguk. Dia memang tampan.

“Apa kita perlu kenalan lagi?” tanya Safina.

“Hah?” Daniel bingung.

“Ya apa kita perlu kenalan lagi? Soalnya aku pikir semua dokumen kita pasti udah lebih dari cukup untuk sebuah pengenalan.” Safina tertawa.

Daniel baru mengerti bahwa yang dimaksud Safina adalah kertas perkenalan yang diberikan kepada keduanya. Di sana semua sudah sangat lengkap sampai hampir mirip buku biografi.

“Punyaku dilebih-lebihkan sih,” kata Daniel.

Safina kembali tertawa.

“Kamu boleh panggil aku Fina kalau kamu mau,” kata Safina.

“Oh ya? Sayang sekali,” kata Daniel.

Safina terlihat bingung.

“Sayang sekali kenapa?” tanya Safina.

“Karena aku malah pengen langsung panggil sayang,” kata Daniel sambil tersenyum.

Safina kembali tertawa. Daniel ternyata orang yang menyenangkan.

Daniel tahu bahwa jurus pertamanya sebagai seorang playboy telah berhasil.

“Memangnya tidak ada yang marah jika kau memanggilku sayang?”

Daniel tersenyum.

“Mungkin banyak,” jawab Daniel.

Safina mengerutkan bibirnya.

“Tapi aku tidak peduli. Dipanggil sayang sama orang secantik kamu itu kayaknya harus dapat penghargaan,” kata Daniel lagi membuat Safina kembali tertawa.

“Kamu memang pandai memuji wanita,” kata Safina.

“Hampir benar.” Daniel meneguk air putihnya.

“Hampir benar?” tanya Safina.

“Iya. Aku memang pandai memuji wanita. Tapi hanya wanita yang cantik,” kata Daniel lagi yang membuat Safina kembali tersipu.

“Sekarang akan kubalikkan. Apa ada yang marah jika aku memanggilmu sayang?” tanya Daniel.

Safina tampak berpikir.

“Mungkin penggemar-penggemarku?”

“Wah kalau itu aku menyerah deh. Yang ada aku kena mental dibully,” kata Daniel lagi.

Safina tertawa.

“Tenang saja, penggemarku baik-baik kok,” kata Safina.

Daniel tersenyum.

“Pesan yuk.” Daniel kemudian mengangkat tangannya dan seorang pelayan restoran itu kemudian mendekat ke mereka sambil membawa buku menu.

“Saya pesan menu nomor tiga ya,” kata Safina.

“Saya juga,” kata Daniel.

Pelayan itu kemudian mengambil buku menu, sayangnya dia tidak begitu hati-hati dan tidak sengaja menyenggol gelas berisi air putih milik Safina hingga gelas itu terjatuh dan pecah di dekat kaki Safina.

Safina berteriak dan otomatis berdiri membuat semuanya menoleh ke arah Safina. Daniel panik, dia kemudian segera berjongkok untuk melihat keadaan gelas itu.

“Kamu terluka,” tanya Daniel.

“Tidak, hanya saja ...,”

“Kamu bisa kerja tidak? Kamu sengaja ya? Atau kamu hater saya?” bentak Safina pada si pelayan itu.

Pelayan itu langsung membungkuk sambil berulang kali mengatakan permintaan maafnya.

“Sudahlah, lupakan saja! Dia mungkin tidak sengaja. Lagian kamu juga tidak terluka kan?” Daniel mencoba menenangkan Safina.

“Orang miskin memang selalu seperti itu, ceroboh. Pasti kamu hanya orang dengan lulusan rendah kan? Saya akan bicara sama manajer kamu,” kata Safina masih dengan emosinya yang meledak.

“Sudah stop!! Dia juga pasti tidak ingin melukaimu. Dia tidak sengaja,” kata Daniel dengan nada marah. Hal itu membuat Safina akhirnya diam dan pelayan itu segera pergi.

“Kenapa kamu bela dia? Dia bisa saja sengaja bikin aku terluka,” protes Safina.

“Aku gak belain. Kalau dia sengaja dia bisa aja lempar gelasnya ke kamu. Lebih baik diam saja. Nanti aku suruh pengawal aku untuk interogasi dia,” kata Daniel.

“Kamu serius mau interogasi dia?” tanya Safina dengan mata berbinar.

“Iya, aku akan pastikan kamu aman setelah ini.” Daniel menghela nafas berat.

Wanita ini memang cantik tapi... sikapnya tidak selembut wajahnya.

Daniel menahan dirinya untuk tidak pergi meninggalkan Safina sekarang. Wanita itu tiba-tiba saja berubah menjadi sangat manja dan menyebalkan. Berbeda dengan wanita yang pertama kali Daniel temui.

“Suapi aku, aku mau foto dan unggah itu di sosial mediaku,” kata Safina.

“Hah?” Daniel bingung. Ini sudah ke sekian kalinya dia meminta Daniel melakukan sesuatu untuk ia rekam atau foto dan kemudian diposting di sosial medianya.

“Ayo cepat,” kata Safina.

Gadis itu sudah mempersiapkan ponselnya dan mengarahkan kamera ke arah wajahnya. Dia bahkan sudah mengangkat ponsel itu untuk mendapatkan sudut foto terbaik.

Daniel terpaksa menuruti permintaan Safina. Dia memotong daging dan kemudian mengarahkannya ke mulut Safina. Wanita itu membuka mulutnya kemudian melahap potongan daging tersebut sambil merekamnya.

Dia kemudian tersenyum sambil melihat hasil rekamannya.

“Lakukan lagi,” kata Safina kali ini lebih seperti perintah.

“Hah?” Daniel bertambah bingung dan juga kesal.

“Suapi aku lagi. Tadi tanganmu tidak terlalu kelihatan. Nanti orang berpikir aku merekayasanya,” kata Safina.

Daniel menghembuskan nafas gusar. Jika buka karena ancaman ayahnya dia pasti sudah meninggalkan wanita ini sekarang juga.

“Ayo cepat!”

Daniel kembali memotong daging dan menyuapi Safina.

“Yes! Akhirnya,” kata wanita itu sambil tersenyum pada ponselnya.

Daniel kemudian beranjak pergi.

“Daniel, sayang kamu mau ke mana?” tanya Safina.

Daniel menyesal sudah menggoda wanita itu dan membiarkan wanita itu memanggilnya “sayang”.

“Aku mau ke toilet sebentar,” kata Daniel sambil berjalan pergi.

Daniel benar-benar pergi ke toilet. Dia tidak mungkin kabur sekarang, Ayahnya pasti akan mencincang dirinya.

Daniel meluapkan kekesalannya di toilet. Wanita itu benar-benar membuat kesabarannya habis. Sikap manjanya yang dibuat-buat itu malah membuat Daniel mual dan tidak tahan. Daniel merogoh ponsel di kantongnya, dia menelepon Abel. Tapi gadis itu masih memblokir panggilan Daniel.

“Masih marah rupanya,” gumam Daniel.

Sebersit rasa bersalah muncul dihatinya. Kali ini dia ingin minta maaf pada Abel untuk semua hal bodoh yang dia perbuat pada gadis itu.

“Daniel.” Suara Safina mengejutkan Daniel.

“Kenapa juga dia menyusul kesini?. Toilet perempuan kan ada di sebelah toilet ini.” Daniel mendengus kesal.

Pria itu kemudian membuka pintu toilet. Belum sempat dia berkata apa-apa tubuhnya di dorong oleh Safina hingga dia kembali masuk ke dalam toilet itu. Safina kemudian mendorong Daniel masuk ke dalam bilik toilet. Dia membuat Daniel duduk di toilet itu.

“A-apa yang kamu lakukan?” tanya Daniel.

Safina tidak menjawab, dia malah naik dan duduk di paha Daniel dengan posisi tubuh menghadap Daniel.

“Aku tahu kamu tergoda denganku kan? Kamu sampai harus ke toilet karena tidak tahan melihatku,” kata Safina sambil tersenyum menggoda.

Daniel menatap Safina dengan tatapan bingung.

“A-aku gak—“

“Sudah akui saja. Aku tidak keberatan kok,” potong Safina.

“Safina, aku benar-benar—aku hanya—“

Safina kemudian memulai mencium Daniel dengan ganas. Dia bahkan dengan sengaja menggesekkan buah dadanya pada d**a Daniel.

Daniel masih terkejut dan bingung dengan apa yang sedang terjadi. Apa wanita ini sedang mengajaknya berhubungan di toilet?. Daniel bingung.

Merasa tidak mendapat respons dari Daniel, dia kemudian mengambil tangan Daniel dan meletakkan tangan Daniel di dadanya. Tangan Safina dengan cepat membuka kemeja Daniel dan mulai mencium d**a Daniel sementara tangannya mengusap-usap d**a Daniel.

Daniel kemudian mendorong tubuh Safina agar menjauh darinya.

“Aku tidak akan menyentuhmu,” kata Daniel.

Dia kemudian mengancingkan lagi kemejanya.

“Rapikan rambutmu dan keluarlah. Kita pulang!”

Daniel kemudian pergi meninggalkan Safina. Safina malah tersenyum kesenangan.

“Kau akan jatuh ke dalam pelukanku suatu saat nanti. Tunggu saja,” kata Safina lagi.

Dia kemudian segera merapikan gaun dan rambutnya di depan cermin. Dia melihat pantulan cermin yang menampilkan wanita dengan kecantikan mengagumkan.

“Aku tahu kau tadi hampir tidak mampu menolak pesonaku,” kata Safina pada dirinya di cermin.

Setelah rapi Safina kemudian keluar dan mendapati Daniel sudah berdiri di pintu keluar.

“Daniel, kita bahkan belum makan makanan penutupnya,” kata Safina.

“Tidak usah, lebih baik kamu pulang dan istirahat. Kamu pasti punya jadwal yang sibuk besok,” kata Daniel.

Wanita itu kemudian mengembangkan senyum lebarnya. Dia langsung mengamit lengan Daniel dengan manja.

“Aww Daniel, kamu perhatian sekali,” kata Safina sambil memeluk lengan Daniel.

“Dia bersih Tuan muda, saya sudah periksa dia hanya melakukan kesalahan,” bisik seorang pengawal pada Daniel.

Daniel sudah menyuruh pengawalnya untuk menginterogasi pelayan tadi.

“Baik, kasih satu juta untuk tipnya. Aku benar-benar malu,” kata Daniel.

Pengawal itu membungkuk kemudian segera masuk lagi ke dalam restoran.

“Pengawalku sudah periksa, pelayan yang tadi hanya melakukan kesalahan. Dia bukan sengaja ataupun pembenci kamu,” kata Daniel.

Safina memandangnya dengan tatapan mata berbinar.

“Ya ampun Daniel. Kamu sekarang jadi lebih perhatian. Terima kasih, sayang.” Safina memberikan kedipan pada Daniel.

“Ya sudah, kamu sebaiknya pulang. Aku juga akan pulang,” kata Daniel kemudian melepas tangan Safina dari lengannya.

“Dah Daniel, sampai ketemu akhir minggu ini,” kata Safina sambil melambai tapi Daniel tidak melihatnya. Dia malah mempercepat langkahnya agar bisa dapat segera menjauh dari wanita gila itu.

“Sialan! Malah ketemu sama wanita gak jelas. Wanita macam itu pasti hanya akan merepotkanku.” Daniel menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba saja ingatannya tertuju pada seorang wanita yang berbeda dengan yang lainnya. Hanya saja, bukan Nara yang terlintas di pikiran Daniel.

“Sial! Aku merindukannya!”

Previous Next
You can use your left and right arrow keys to move to last or next episode.
Leave a comment Comment

Waiting for the first comment……

Please to leave a comment.

Leave a comment
0/300
  • Add
  • Table of contents
  • Display options
  • Previous
  • Next

Navigate with selected cookies

Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.

If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.