17. Demi Abel

CEO OF BUCIN 1840 words 2021-06-20 12:00:00

Dua minggu sudah Daniel tidak menerima kabar apa pun dari Abel. Wanita itu seakan benar-benar sudah melupakan Daniel. Dia memang sudah tidak memblokir telepon Daniel tapi dia juga tidak akan menjawab telepon dan mengabaikan semua pesan yang Daniel kirimkan.

Bukannya Daniel tidak ingin menemui Abel, tapi 2 minggu ini dia sibuk dengan perjalanan bisnisnya ke Eropa. Di sana pun Daniel disibukkan dengan segudang aktivitas dari pagi ke malam yang menyita perhatian dan tenaganya. Karena itu dari bandara Daniel langsung menuju ke kantor Abel.

Awalnya Daniel pikir kesibukan akan membuat dirinya lupa pada Abel, nyatanya tidak. Dia malah semakin merindukan sosok Abel.

Daniel melajukan langkah kakinya menuju ke ruangan Abel, tapi saat ia tiba ternyata Abel tidak berada di sana. Daniel kemudian pergi ke ruangan direktur untuk mengecek apakah Abel berada di sana tapi sama saja, Abel juga tidak ada di sana.

“Daniel!”

Sebuah suara menahan langkahnya untuk pergi mencari Abel. Daniel membalikkan badan dan menemukan ternyata Ray-kakak Luna yang memanggilnya.

“Halo, Kak!” sapa Daniel ramah.

Ray tersenyum.

“Kenapa kesini? Bukannya proyekmu sudah selesai?” tanya Ray.

Daniel tersenyum kikuk. Dia agak malu untuk bertanya mengenai Abel pada Ray.

“Hm? Ada yang mungkin bisa aku bantu?” tanya Ray lagi karena Daniel tidak menjawab pertanyaannya.

“I-itu aku mencari Abel,” jawab Daniel.

Ray terkekeh.

“Luna sudah bilang padaku bahwa kau menargetkan sekretaris Luna itu,” kata Ray.

Daniel sebenarnya agak tidak suka dengan kata “menargetkan” seperti yang Ray katakan tadi. Terkesan seperti dirinya adalah seorang predator. Tapi ini Ray, Daniel tidak bisa membantahnya.

“Kami akrab,” kata Daniel.

Ray masih terkekeh.

“Dia sedang tidak ada di kantor. Dia lagi perjalanan dinas ke Bandung. Mungkin malam baru kembali,” kata Ray lagi.

Daniel menghembuskan nafas pasrah. Dia gagal untuk bertemu dengan Abel sekarang.

“Abel memang sedang sibuk-sibuknya. Banyak pekerjaan yang sedang dia kerjakan karena aku tidak mengerti, ditambah lagi Luna yang belum pulih,” kata Ray.

Daniel jadi teringat Luna yang memang sedang bed rest dan Daniel belum mengunjunginya sama sekali karena kesibukannya.

“Luna dirawat di rumah sakit mana ya, kak?” tanya Daniel.

Ray memandang heran ke arah Daniel.

“Aku ingin menjenguknya. Aku belum pernah menjenguknya sama sekali,” kata Daniel.

***

Jadi sore itu dengan langkah mantap dan sebukat bunga yang sudah dibeli, Daniel pergi menjenguk Luna-mantan tunangan dan juga sahabatnya. Daniel sebenarnya tidak begitu yakin untuk menjenguk Luna karena masih tidak enak pada suami Luna yang sudah salah menduga Daniel sebagai selingkuhan Luna.

Daniel mengetuk pintu dan menunggu beberapa saat sampai pintu dibuka. Sosok Lucas—suami Luna yang membuka pintu. Lucas memandangi Daniel dengan tatapan heran karena kehadiran lelaki itu yang membawa buket bunga besar ditangannya.

“Siapa?” tanya Luna karena baik Lucas dan Daniel tidak bersuara sama sekali.

“Selamat sore,” sapa Daniel mencoba seramah mungkin.

Lucas masih menatap Daniel lekat dan dalam diam membuat dirinya merasa terintimidasi.

“Teman kamu,” jawab Lucas sebelum menggeser tubuhnya dari pintu membuat Daniel bisa masuk ke dalam ruangan Luna.

“Hay Lun,” sapa Daniel begitu dia membuka gorden tempat tidur Luna.

Luna tersenyum lebar ke arah Daniel. Tidak menyangka lelaki itu akan datang menjenguknya karena Daniel bukanlah tipe orang seperhatian itu.

“Ini ada bunga buat kamu dari Ayah sama Ibu aku juga. Katanya semoga cepat sembuh,” kata Daniel sambil meletakkan bunga tersebut di meja samping ranjang Luna.

“Bilang terima kasih dari aku ya,” kata Luna sambil memandangi bunga cantik itu.

Daniel menarik tempat duduk di samping ranjang Luna dan kemudian duduk disitu.

“Kamu tumben sekali, kamu lagi kesambet apa?” tanya Luna yang masih tidak percaya di hadapannya ada Daniel.

“Orang perhatian malah dibilang kesambet. Jahat banget kamu,” protes Daniel.

“Habisnya kapan kamu pernah jenguk orang sakit? Ingat gak dulu waktu SMP kamu pernah berantem dan lawan kamu masuk rumah sakit. Itu aja gak kamu jenguk loh,” kata Luna.

“Ya beda dong.” Daniel mengerucutkan bibirnya.

“Jujur deh, ada apa ini sebenarnya?” tanya Luna yang masih merasa curiga.

Daniel menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

“Itu... aku mau cerita,” kata Daniel lagi.

Luna semakin takjub dan bingung melihat kelakuan Daniel.

“Kamu mau curhat nih?” tanya Luna.

Daniel mengangguk malu-malu.

Luna mengulum senyum menahan tawanya.

“Mau cerita apa?” tanya Luna.

“Itu... soal Abel,” kata Daniel.

“Kenapa Abel? Kamu buat apa ke dia?” tanya Luna. Dia sudah siap meledak jika Daniel berani macam-macam pada anak kesayangannya itu.

“Kenapa dia sibuk banget sih? Dia itu sekretaris! Aku saja yang CEO gak sesibuk itu,” protes Daniel.

Luna memicingkan matanya untuk memperhatikan bahwa benar yang di depannya ini adalah Daniel.

“Kok malah lihat in aku kayak gitu?” tanya Daniel.

“Ini benar kamu? Daniel? Orang yang egois, kasar dan cuek itu?”

Daniel diam.

“Kenapa seperti orang di depanku saat ini bukanlah Daniel ya? Orang di depanku ini perhatian dan ... manis? Kamu siapa sih sebenarnya?” Luna memegang wajah Daniel dan dengan iseng memainkan wajah Daniel.

Daniel sebenarnya ingin marah, dia tidak suka disentuh-sentuh begini tapi dia tidak bisa marah pada Luna dan juga wanita ini sedang sakit.

“Luna!!”

Daniel melayangkan protes membuat Luna tertawa puas.

“Seharusnya waktu itu aku menikahimu saja jadi kamu tidak bisa bertindak seenaknya padaku.”

“EHHEMM!”

Tiba-tiba Lucas berdeham keras membuat Luna dan Daniel terkejut.

“Ma-maksudku, untung saja kita tidak jadi menikah jadi aku masih bisa akrab denganmu.” Daniel sengaja mengeraskan suaranya agar Lucas mendengarnya dan tidak berpikir yang aneh-aneh mengenai hubungan Luna dengan Daniel. Dia tidak ingin dihajar percuma.

“Suamimu galak sekali. Cocok denganmu,” kata Daniel setengah mengejek.

Luna dengan cepat melayangkan tinju ke lengan Daniel membuat lelaki itu tertawa.

“Luna, tolong pikir lagi masalah Abel,” kata Daniel lagi.

Dia kesal karena Abel terlalu sibuk sehingga membuatnya kesulitan menemui wanita itu.

“Dengar ya, Abel itu karyawanku. Dia mengerjakan tugas pekerjaannya di perusahaanku. Kau, orang luar, tidak perlu ikut campur!” Luna mengangkat tangannya di depan wajah Daniel.

Daniel menepis tangan Luna.

“Memangnya kau tidak kasihan padanya? Dia bahkan tidak bisa makan dan tidur dengan tenang karena pekerjaannya,” kata Daniel

Abel terdiam sebentar. Berpikir bahwa apa yang dikatakan Daniel ini memang ada benarnya. Mengetahui Abel yang super sibuk sekarang seperti memperlihatkan dirinya di masa lalu.

“Tapi Abel kan tetap mendapatkan libur,” kata Luna.

Daniel menggerakkan tangannya .

“Dia masih bekerja di hari libur. Kamu harus memaksanya untuk libur,” kata Daniel.

Luna terdiam lagi.

“Apa kau mau Abel jatuh sakit? Kamu bukan hanya kehilangan sekretaris tapi juga sahabat,” tambah Daniel.

Luna masih terdiam. Dia ingin membantah namun apa yang Daniel katakan juga tidak salah.

***

Abel sedang menata kembali mejanya yang berantakkan. Dia baru tiba dari Bandung dan karena pergi dadakan tadi, dia tidak sempat membereskan mejanya. Meskipun sudah menjadi orang yang bertanggung jawab pada proyek dan keputusan kecil di perusahaan, tetap saja jiwa sekretarisnya masih ada.

Abel menghentikan aktivitasnya karena mendengar bunyi nada dering ponselnya dari dalam tas. Abel segera mengambil benda itu dan langsung mengangkat telepon itu setelah membaca nama Luna muncul di layar ponselnya.

“Halo, selamat malam Bu Luna,” sapa Abel.

“Selamat malam, Bel. Kamu apa kabar?” tanya Luna.

Mata Abel bergetar rasanya dia ingin menangis karena sudah lumayan lama tidak mendengar suara Luna. Abel harus mengakui dirinya merindukan sosok Luna bersamanya. Bekerja sendirian seperti ini sangatlah tidak enak.

“Baik Bu. Bu Luna apa kabar?” tanya Abel.

“Saya masih harus bedrest beberapa minggu lagi,” jawab Luna.

“Maaf ya Bu, belum sempat jenguk Ibu lagi,” kata Abel.

“It’s okay kok. Oh iya, besok kamu gak usah datang kantor dulu ya. Ini perintah!” kata Luna membuat Abel kaget.

“Loh kenapa Bu? Apa saya melakukan kesalahan?” tanya Abel panik. Dia bingung juga karena perintah Luna yang tiba-tiba ini.

“Tidak ada kesalahan, saya cuma mau kamu istirahat lebih banyak. Saya kasih waktu istirahat tiga hari, pergunakan waktunya untuk istirahat maksimal.”

Abel masih bingung tapi dia senang juga. Dia memang terlalu over dalam bekerja selama Luna tidak ada ini. Bahkan ketika libur pun Abel tetap pergi ke kantor. Sekarang pekerjaan sudah mulai berkurang, Abel hanya perlu mengontrol saja.

“Ma-makasih banyak Bu Luna,” ucap Abel.

“Iya sama-sama,” jawab Luna.

“Ah, Bu. Itu, besok saya bisa jenguk Ibu?” tanya Abel.

“Mau kesini? Memangnya kenapa?” tanya Luna.

“Saya kangen sama Ibu,” ucap Abel tanpa sadar meneteskan air matanya.

“Aduh... aduh... baru saya tinggal sebulan lebih sudah kangen saja. Ya udah, kesini aja,” kata Luna lagi sebelum memutuskan sambungan telepon.

Abel mengusap air matanya kemudian lanjut membereskan mejanya yang tinggal sedikit lagi rapi itu.

“Bukannya pulang istirahat malah masih kerja. Kamu pikir kamu robot?”

Abel terkejut dengan suara yang muncul. Abel hafal betul pemilik suara bariton itu.

“Mau apa kesini? Kan sudah kubilang, aku tidak mau lagi menemuimu,” kata Abel dengan ketus.

Daniel tersenyum miring dan kemudian masuk tanpa permisi ke ruangan Abel.

“Seharusnya kamu terima kasih karena aku berhasil membuatmu dapat jatah libur.” Daniel duduk di sofa kecil di ruangan itu dengan santai.

Abel berbalik dengan wajah terkejutnya.

“Kenapa sih suka sekali mengurusi hidup orang?” Abel kesal karena Daniel yang tidak tahu malu bilang pada Luna untuk memberikan Abel libur. Bisa saja nanti Luna salah paham dan berpikir Abel yang menyuruh Daniel.

“Karena... itu hidupmu,” jawab Daniel santai.

Abel menghentikan aktivitasnya.

“Sudah ku bilang, aku tidak mau menemuimu lagi,” kata Abel kesal.

“Ya kau tidak menemuiku memang, aku yang menemuimu,” kata Daniel.

Abel semakin kesal.

“Kenapa tidak temui saja jalangg-jalangg malammu?” cibir Abel.

Daniel memutar bola matanya sebal. Dia berdiri dan mendekat pada Abel.

“Sudah kubilang padamu, aku minta maaf soal itu. Jangan mengungkitnya lagi,” kata Daniel.

Abel tertawa sinis.

“Terus kenapa kesini? Aku tidak ingin bertemu denganmu,” kata Abel bersiap untuk pergi.

Daniel menahan lengan Abel membuatnya berhenti. Daniel kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Abel membuat Abel takut dan menutup matanya.

Daniel tersenyum melihat reaksi Abel.

“Aku yang ingin bertemu denganmu, karena rindu. Cuma itu,” kata Daniel kemudian menjauhkan wajahnya dan melepaskan lengan Abel.

Abel langsung mengambil nafas sebanyak mungkin karena tadi dia menahan nafasnya. Daniel tersenyum melihat reaksi Abel. Dia tahu setidaknya hati Abel bergetar untuknya.

“Ayo pulang, aku antar.”

Daniel juga bersiap keluar.

“Aku tidak mau pulang denganmu,” bantah Abel. Selain karena takut dia akan diapa-apakan oleh Daniel, dia juga masih tidak mau bersama dengan Daniel—si pengkhianat itu.

“Kalau kau tidak mau ku antar, atau aku akan menginap di rumahmu. Pilih yang mana?” kata Daniel lagi.

Abel terdiam.

“Aku tunggu di mobil, jangan coba-coba kabur. Aku sudah menyuruh pengawalku menangkapmu,” sambung Daniel sambil berjalan lebih dulu di ikuti Abel.

“Sialan!” maki Abel dalam hati.

Previous Next
You can use your left and right arrow keys to move to last or next episode.
Leave a comment Comment

Waiting for the first comment……

Please to leave a comment.

Leave a comment
0/300
  • Add
  • Table of contents
  • Display options
  • Previous
  • Next

Navigate with selected cookies

Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.

If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.