Bab 176 Apa Kamu Sungguh Tega

Menjadikanmu Milikku Selamanya (Indonesia) 2069 words 2023-07-06 00:05:00

#Warning rate 21 ++

Mohon maaf atas ketidaknyamannya.

………

“Seharusnya kamu bilang kepadaku dengan jujur sejak awal. Aku tidak perlu salah paham seperti sekarang, bukan?” bisik Arkan lirih di telinga Casilda.

Pria yang bersandar di dinding itu memperkuat pelukan kedua tangannya di tubuh sang istri. Bulu matanya merendah lembut usai mendengar penjelasan mengenai apa yang dilakukan Casilda bersama Ethan seharian ini.

Dengan suara masih terisak kesal dan enggan melihat wajahnya, Casilda menggigit bibirnya marah, berkata serak dengan tenggorokan sakit gara-gara menjerit sejak tadi. “Jujur kepadamu? Kamu pasti tidak akan pernah menghargai pendapatku, bukan? Kamu sama sekali tidak peduli denganku. Segala yang kamu lakukan hanya demi kepuasanmu semata. Suami berengsek. Aku benci kamu!”

“Maaf...” gumam Arkan pelan, menyandarkan dagunya di bahu sang istri dan mulai menghirup wangi tubuhnya yang khas.

Tidak ada yang lebih memabukkan daripada aroma dari istri tercintanya. Walaupun sudah tidur dengan banyak wanita yang tak terhitung jumlahnya, cinta pertama dalam pelukannya sekarang tetapa saja masih menguasai dunianya dengan cara yang ganjil. Tidak heran kehadirannya di masa lalu membuat Arkan hancur total dan nyaris mengakhiri hidupnya sendiri.

Selama beberapa saat, keduanya terdiam dalam posisi itu. Casilda diam seperti batu, tidak ada niat untuk membalas pelukan posesif Arkan padanya.

Bagaimana bisa dia ingin membalas pelukannya setelah dia melakukan hal kasar berulang kali tanpa menggunakan otaknya? Dia melemparnya, mencekiknya, dan bahkan tadi hampir menamparnya juga.

Rasa sakit panas menyengat hati Casilda. Menebak kalau sifat Arkan mungkin tidak akan berhenti begitu saja, mungkin akan semakin menjadi-jadi.

Dengan sifat temperamental begitu, tidak salah jika dia masih menginginkan perceraian meski dia telah jatuh cinta kepadanya secara diam-diam.

“Yang mana yang sakit? Coba aku lihat,” bujuk Arkan dengan suara rendah seksinya, membalik sedikit wajah Casilda untuk melihat ekspresinya.

Hati Arkan bagaikan ditusuk oleh duri, tapi wajah dingin datarnya menyembunyikan semua itu dengan baik.

“Jangan berbohong lagi kepadaku lain kali, oke? Aku akan mencoba memahamimu mulai sekarang. Tapi, dengan syarat kamu harus menjelaskan semuanya baik-baik kepadaku.”

Tawa geli dan mengejek keluar dari bibir sang wanita, menatapnya lucu.

“Kamu? Ingin mencoba memahamiku? Kalau itu benar, seharusnya kamu tidak menjeratku dalam pernikahan neraka ini. Kamu tidak akan menekanku dengan berbagai cara hanya untuk menyuruhku berada di rumah seperti hewan peliharaan. Arkan, apa kamu tidak bosan berakting di depanku? Apa tidak cukup berakting di saat kamu bekerja?”

Arkan tidak tahan mendengar tuduhan itu, segera memeluknya lebih erat ke dadanya, dan mulai menciumnya dengan gaya Prancis yang liar dan lembut.

“Balas aku, Casilda...” titahnya lembut dengan suara menggoda penuh keseksian.

Casilda masih diam seperti batu, enggan membalas ciuman panasnya.

Menyadari sikap kaku dan dinginnya, Arkan mengerutkan kening tak senang. Dia meraih sebelah pipinya, lalu mengecup keningnya mesra.

“Masih marah dengan foto itu? Tidak percaya dengan kata-kataku?”

Casilda diam saja, mata melirik dingin ke arah lain.

Melihat reaksinya yang acuh tak acuh, Arkan merasakan dadanya panas membara. Apakah dia seburuk itu di matanya? Bahkan tidak bisa mempercayainya sedikit saja?

“Kenapa? Kamu tidak mempercayai kata-kataku gara-gara pernah melihatku mencium Jenny?”

Pertanyaan itu tidak mendapat jawaban sama sekali, malahan sang wanita menundukkan kepalanya dan menolak bertatapan mata.

Dengan suara serak seksinya, Arkan menghentikan penolakan Casilda. Membujuknya penuh kesabaran dipaksakan di dalam dirinya.

“Aku akui, aku pernah tidur dengan Jenny. Tapi, itu dulu. Aku tidak pernah melakukannya lagi sejak kita bersama. Malam itu, aku memang sengaja melakukannya agar kamu melihatnya. Kamu sangat dingin, Casilda. Apakah sama sekali tidak bisa memberiku sedikit kesempatan untuk memulai hal manis bersamamu? Aku juga sudah memutuskan semua hal dengan Jenny. Kamu tidak perlu memikirkan hal itu lagi. Oke?”

Casilda malas sekali mendengar ocehannya yang terdengar munafik. Dengusan dingin menjadi balasan untuk sang aktor.

“Oh, ya? Kalaupun itu benar, bukankah masih ada Jenny lain di luar sana? Selain itu, apa katamu tadi? Ingin memulai hal manis bersamaku? Kamu sudah lupa dengan Lisa? Atau sedang akting lagi? Kalian adalah pasangan nasional impian semua orang. Sebentar lagi kamu akan menikah dengannya. Bukankah kamu sangat mencintainya? Ataukah cintamu ternyata adalah jenis cinta bersyarat? Apakah kamu menyukai Lisa, bukan hanya karena dia sangat cantik dan sempurna, tapi juga karena dia masih murni dan tergila-gila kepadamu? Maaf, aku tidak seperti itu. Aku rendah dan tidak memiliki hal yang bisa kamu banggakan sebagai pasangan,” sinis Casilda dingin, tersenyum mengejek menatap wajah muram Arkan.

“Kenapa? Tidak bisa berkata-kata? Tentu saja begitu, kan? Karena semua itu benar adanya. Kalau kamu memang sangat mencintai Lisa dengan sepenuh hati, kamu tidak akan berani menikah denganku. Kamu juga tidak akan menyakiti hatinya dengan masih berhubungan dengan wanita lain di luar sana. Arkan, kamu sangat egois. Yang kamu cintai di dunia ini hanyalah dirimu sendiri.”

Arkan merapatkan bibirnya erat, hawa dingin menguar dari tubuhnya, dan kegelapan menjatuhi pandangannya.

“Sudah cukup bicaranya?”

Casilda tidak membalasnya, memutar tubuhnya dan tidak mau melihat wajahnya yang sedang marah kembali.

“Kamu cemburu, kan? Aku akan memaklumi sikapmu hari ini,” ujar Arkan tiba-tiba dengan suara lembut sekali lagi, memeluk Casilda dengan sangat tulus dan posesif.

“Kamu tidak masuk akal,” isak Casilda kesal, bibir digigit erat. Kedua tangan mengepal di atas pangkuan.

Arkan kembali membujuknya untuk saling bertatapan mata, dan berkata sungguh-sungguh dengan wajah dingin gelapnya.

“Apakah kamu tidak percaya diri sebagai istriku? Casilda, kalau kamu berhasil membuatku jatuh cinta, semua hal di antara kita akan aku anggap lunas. Tidakkah kamu ingin mencobanya?”

“Kenapa denganmu? Kena hidayah atau sesuatu? Kepalamu terbentur saat melakukan pemotretan, ya? Bicaramu ngawur sekali. Aku masih ingat dengan ancamanmu, Arkan Quinn Ezra Yamazaki. Jangan harap aku akan jatuh cinta kepadamu, dan membuat banyak kenangan manis seperti yang kamu harapkan. Kamu pikir kata-kataku selama ini hanyalah omong kosong belaka?”

“CUKUP!” bentak Arkan marah, tidak tahan lagi mendengarnya dan langsung menciumnya dengan ganas. Lidah menerobos masuk ke dalam mulut sang wanita, menjelajah semaunya dan menghisapnya rakus sepenuh hati.

Casilda berontak ketika merasakan sentuhannya semakin panas dan panas, merinding ketika satu tangan Arkan sudah turun ke lembah pribadinya sembari memberikan pijitan dan gesekan lembut di sana.

“Ah! Sakit!” desah Casilda tiba-tiba, menggeliat dengan bibir masih terpaut dengan bibir sang suami, kedua tangan hendak menghentikan keliaran tangan di bawah sana, tapi itu tidak berguna sama sekali.

Kening Arkan bertaut gelisah begitu merasakan gigitan tajam Casilda di bibirnya. Bau karat sudah tercium di antara mereka berdua, tapi Arkan tidak menghentikan ciumannya sama sekali. Yang ada, dia malah semakin posesif dan terburu-buru.

Di kebun pribadi Casilda, jari tengah Arkan sudah bergerilya dengan leluasa, melakukan gerakan keluar masuk yang lembut hingga tsunami kecil mulai membuat sang wanita merinding nikmat dalam desahan kemarahannya.

“Enak, bukan?” bujuk Arkan pelan, berbisik lirih sangat romantis di telinga Casilda, lalu mengecup pipinya penuh sayang.

Belum sempat Casilda membalasnya dengan perasaan kesal di dadanya, bibirnya kembali mendapat lumatan keras dan dalam.

Casilda tahu betul bagaimana jika Arkan sedang memuaskan kebutuhan biologisnya. Terakhir kali mereka melakukannya, tentu tidak begitu memuaskannya sama sekali. Jika sudah menempel satu sama lain, maka sulit untuk melepaskan diri darinya.

Gerakan tangan Arkan di bawah dan ciumannya saling berlomba. Tangan satunya juga tidak diam saja, sudah memainkan salah satu bulan kembarnya yang menyembul keluar.

Wajah Casilda memanas sempurna, sayu dan tampak kesal di saat yang sama. Semua sensasi yang menyerangnya sekarang membuatnya ingin menggigit wajah Arkan sampai robek! Tapi, karena dia terlalu larut dan mabuk oleh kelembutannya, Casilda hanya bisa lemas dan membiarkannya menjajah tubuhnya sesuka hati seperti biasa.

Rasa kesal dan perasaan menusuk menikam dadanya. Menghadapi Arkan sangat menguras mental dan kesabaran. Entah apa yang diinginkannya dengan pernikahan tidak jelas mereka berdua.

Arkan sudah menekan Casilda di lantai, masih menciumnya liar dan seperti orang yang kehausaran parah, tapi kali ini lebih sedikit mengendalikan diri. Beberapa hickey sudah diberikan di beberapa tempat, pertanda kalau Casilda adalah miliknya dan tidak boleh ada pria lain yang boleh menyentuhnya.

Casilda mendesah kesal di antara kenikmatan yang menerjang tubuhnya ketika kedua kakinya dibuka lebar-lebar, dan pria itu memposisikan miliknya untuk menggodanya kembali.

“Kamu suka?” bisik Arkan dengan senyuman dinginnya yang menggoda, wajah sayu tampannya menatap penuh cinta wanita di bawahnya.

Casilda meringis kelam, menolak untuk membalas perkataannya. Bibir digigit keras menahan desahan yang ingin keluar melampiaskan sisi liarnya.

Dia tidak akan bohong kalau dia senang saat Arkan menyentuhnya, tapi ketika mengingat semua sikap gilanya selama ini, yang ada dia merasa ingin memanggangnya di atas bara api dan menjadikannya dendeng playboy!

Seolah tidak peduli dengan sikap dingin Casilda, Arkan terus melakukan semua jurus mautnya sebagai seorang playboy. Tidak butuh waktu lama sampai kedua kaki Casilda memeluk pinggang sempit Arkan, dan membusungkan dadanya yang sudah terekspos polos. Erangan liarnya terdengar seksi dan imut di saat yang sama.

Melihat pemandangan gila itu, Arkan menjilat bibir sendiri, dan meraup kedua bulan kembarnya untuk dinikmati bergantian. Casilda menggeliat resah, ingin mendorongnya menjauh menggunakan kedua tangan, tapi pria di atas tubuhnya begitu kokoh dan membuat Casilda menggila dengan hisapannya yang sangat lembut dan penuh perhatian.

‘Berengsek! Dia benar-benar sangat ahli!’ umpat Casilda tidak berdaya, terengah-tengah dengan wajah panas memerah hebat. Tanpa sadar, dia malah mulai meraba kedua sisi tubuh Arkan dengan gerakan yang seolah-olah menginginkan lebih.

Merasakan Casilda yang mulai bereaksi dengan sentuhannya, Arkan tersenyum licik sangat menggoda. Kepuasan berdenyar di kedua bola mata dinginnya yang dalam dan gelap. Segera saja, dia melumat bibir Casilda dan berperang lidah dengannya.

Semua itu dilengkapi dengan gesekan menggetarkan bumi di bawah sana. Kedua anak manusia itu sibuk tenggelam oleh sentuhan satu sama lain. Seolah-olah pertengkaran mereka berdua sebelumnya tidak pernah terjadi.

“Casilda...” ucap Arkan penuh damba dan putus asa, kedua bola mata memancarkan kegilaan akan cinta.

Casilda yang tidak bisa melihat wajah Arkan dengan baik karena sedikit gelap, hanya bisa mengerang menatap pria tampan di atasnya. Menggeleng pelan tak berdaya dengan mata terpejam gelisah, memintanya agar berhenti secepat mungkin.

Tentu saja itu mustahil bagi Arkan!

Bagaimana mungkin dia akan berhenti di saat dia sudah cemburu gila hari ini, dan hatinya dibuat jungkir balik tidak karuan? Menyentuhnya seperti sekarang hanya membuatnya semakin tidak ingin melepaskannya!

“Ah! Arkan! Jangan! Jangan seperti itu!” jerit Casilda gugup begitu merasakan sesuatu memasuki inti tubuhnya secara perlahan. Bibirnya dilumat posesif dengan erangan sang suami terdengar lembut di sela-sela ciumannya.

“Balas aku, Casilda... jangan membuatku marah, sayang.”

Bujukan itu sangat halus, begitu memabukkan. Casilda yang sedang memejamkan mata dan merasakan seluruh tubuhnya mau meledak hebat, langsung saja memeluk erat Arkan dengan sangat posesif mirip orang yang sedang kesurupan parah. Akibatnya, ciuman mereka berdua semakin bersemangat dan liar.

Kegiatan panas itu semakin parah di luar kendali, dan ketika Arkan semakin ingin menenggelamkan tubuhnya kepada Casilda, gerakannya yang ingin menyentak masuk secara penuh seketika berhenti oleh sebuah ketukan keras di pintu masuk.

“CASILDA? APA KAMU BAIK-BAIK SAJA?!”

Suara seorang wanita terdengar panik dari balik pintu, menggedor dengan kuat seolah ingin membuat pintunya ambruk.

Suami istri yang sedang terjerat di lantai tiba-tiba menghentikan kegiatan panas mereka. Wajah sayu keduanya tampak terbodoh linglung, mencoba memproses apa yang sedang terjadi.

Di bawah sana, Arkan masih saja tanggung di tengah jalan. Seolah-olah dia mendapat kutukan tidak akan pernah bisa memasuki istrinya secara penuh dan normal.

Memikirkan waktu pribadinya terganggu, wajah sang aktor memuram kelam dan tidak enak dipandang.

“Arkan!” desis Casilda berbisik panik, kedua tangan menahan kedua sisi kemejanya yang membingkai dadanya yang polos. Berniat menghentikannya yang masih nekat untuk lanjut.

“Casilda, apa kamu sungguh tega?” tanya Arkan kesal.

Wajah tampan sang aktor menggelap muram, tidak bisa menjelaskan bagaimana rumitnya perasaannya saat ini yang tengah dihisap lembut oleh lembah pribadi Casilda yang sudah sangat lembab dan hangat.

Apakah wanita itu sudah gila? Dia sudah berada di ambang surga dunia!

Benar-benar bikin orang mau meledak saja!

Casilda segera memutar otaknya cepat, buru-buru menarik wajah Arkan mendekat, lalu menciumnya cepat dengan gaya yang romantis.

“Kita bisa melanjutkannya nanti, kan? Sekarang, ayo buka pintu dulu. Jangan sampai orang-orang mendobrak masuk dan membuat kekacauan,” bujuk Casilda dengan kening memelas penuh permohonan.

Arkan tampak benar-benar marah dan tidak puas, mendecih kesal seraya perlahan bergerak pelan sedikit romantis di bawah sana hingga membuat Casilda menegang kaget! Sensasi bagaikan disetrum listik kecil itu nyaris membuatnya mendesah hebat.

“Arkan!” protesnya marah, memukul dadanya cepat.

Arkan hanya bisa menggerutu tidak jelas, dengan tidak rela segera memutus penyatuan tanggung mereka berdua.

Setelah itu, Casilda buru-buru membersihkan diri seadanya dan berganti pakaian.

“Kamu tidak apa-apa, Casilda?”

Bu Juli muncul ketika pintu dibuka, menatap cemas wanita yang tersenyum kikuk di depannya.

Previous Next
You can use your left and right arrow keys to move to last or next episode.
Leave a comment Comment

Waiting for the first comment……

Please to leave a comment.

Leave a comment
0/300
  • Add
  • Table of contents
  • Display options
  • Previous
  • Next

Navigate with selected cookies

Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.

If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.