Warna dan Cahaya

Eternal Glow 577 words 2025-03-16 02:23:21

Alena berdiri di depan kanvas putih yang terbentang di atas easel kayu. Pagi itu, cahaya matahari masuk lembut melalui jendela besar di sudut ruangan. Ruangan kecil itu dipenuhi aroma cat dan kayu, menciptakan suasana yang hangat dan tenang.

Tangan Alena memegang kuas, tapi ia hanya terdiam, menatap kanvas kosong di depannya. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia melukis. Rasanya seperti mencoba berbicara dalam bahasa yang hampir ia lupakan.

Dia menarik napas dalam-dalam, membiarkan keheningan mengisi ruang di sekitarnya. Perlahan, ia mencelupkan kuas ke dalam cat biru, menyentuh permukaan kanvas dengan goresan pertama. Garis itu masih goyah, tapi Alena tidak berhenti. Dia menarik kuasnya lagi, membiarkan warna biru menyebar di atas kanvas, membentuk lengkungan samar yang menyerupai langit senja.

Namun, pikirannya tidak bisa lepas dari wajah seseorang. Wajah itu muncul dalam ingatannya dengan begitu jelas — sepasang mata teduh, garis rahang yang tegas, dan senyum tipis yang terasa hangat. Alena tidak tahu kenapa wajah itu terus menghantuinya sejak pertama kali ia bertemu dengannya.

Tanpa sadar, tangannya mulai bergerak mengikuti gambaran di pikirannya. Alena mencelupkan kuas ke dalam cat cokelat muda, menggambar bentuk samar wajah seseorang. Ia mulai dari garis rahang, kemudian menyusuri bentuk hidung dan lekukan bibir yang tipis.

Tatapan matanya menjadi lebih serius saat ia mulai melukis mata. Sepasang mata yang terasa akrab, meskipun ia tidak yakin dari mana datangnya perasaan itu. Mata itu terlihat hidup di atas kanvas, seolah sedang menatap balik ke arahnya.

Alena berhenti sejenak, menyadari bahwa tangannya mulai gemetar. Dia menggigit bibirnya, menahan debaran di dadanya yang mulai berdegup kencang. Siapa sebenarnya pemilik wajah ini? Kenapa begitu mudah baginya untuk mengingat setiap detailnya?

Dia mencoba mengabaikan keraguan yang muncul di hatinya dan kembali melukis. Rambut hitam pekat mulai terbentuk, jatuh lembut di sisi wajah yang hampir selesai ia lukis. Bayangan samar di latar belakang menciptakan kedalaman, membuat lukisan itu terlihat lebih nyata.

Saat ia menambahkan detail terakhir pada garis bibir, Alena menarik napas panjang dan mundur selangkah. Dia menatap hasil karyanya dengan takjub dan kebingungan sekaligus. Wajah itu terlihat begitu nyata, seolah-olah sosoknya bisa keluar dari kanvas kapan saja.

Matanya menelusuri setiap detail — lekukan halus di sekitar mata, guratan lembut di sudut bibir, dan tatapan dalam yang terasa begitu akrab. Alena mengusap tengkuknya, mencoba mengingat pertemuan pertama mereka. Namun, bayangan itu terasa samar, seolah dibalut kabut tipis yang sulit ditembus.

Siapa dia?

Alena memejamkan matanya, mencoba mengingat lebih dalam. Suara angin yang berdesir di luar jendela terasa menyatu dengan debaran di dadanya. Perlahan, bayangan samar mulai muncul di pikirannya — suara langkah kaki, tatapan yang penuh ketenangan, dan suara lembut yang memanggil namanya.

Tiba-tiba, suara ketukan pelan di pintu membuatnya tersentak. Alena menoleh, jantungnya berdegup kencang.

“Masuk,” katanya pelan.

Pintu terbuka perlahan, tapi tidak ada siapa-siapa di sana. Alena melangkah ke depan, mengintip ke lorong di luar kamarnya. Hanya keheningan yang menyambutnya.

Dia menutup pintu dengan pelan, lalu kembali menatap lukisan di hadapannya. Tatapan mata di kanvas itu terasa begitu hidup, seolah sedang menunggu sesuatu. Alena menyentuh bagian matanya dengan ujung jarinya, merasakan koneksi aneh yang tidak bisa ia jelaskan.

Dengan napas tertahan, Alena berbisik, “Siapa kau?”

Lukisan itu tetap diam, tapi tatapan matanya terasa semakin dalam, seolah menyimpan jawaban yang belum siap untuk diungkapkan.

Alena menghela napas, duduk di kursi di depan kanvasnya. Meskipun dia belum tahu siapa sosok itu, satu hal yang ia sadari — melukis wajah itu terasa seperti memanggil kembali sesuatu yang telah lama hilang dalam dirinya.

Dan Alena tahu, ini baru permulaan.

Leave a comment Comment

Waiting for the first comment……

Please to leave a comment.

Leave a comment
0/300
  • Add
  • Table of contents
  • Display options
  • Previous
  • Next

Navigate with selected cookies

Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.

If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.