1.695K
VISITORS
60

ABOUT ME

ABOUT ME

FOLLOWING
You are not following any writers yet.
More

STORY BY Komala Sutha

Kekuatan Cinta

Kekuatan Cinta

Reads

“Kinanti?” Pak Rama menghampirinya. “Kamukah ini?” “Bapak masih ingat Kinan?” suara Kinanti bergetar. Sementara, debar-debar aneh mengganggu ruang jiwanya. Kalau dia menanyakan kabar istri dan anak Pak Rama, akan membuat hati Kinanti sakit. Walaubagaimanapun, Kinanti belum bisa melupakannya. Dia masih mengaguminya. Ternyata, waktu yang cukup lama, selama hampir lima tahun, dia belum bisa berhenti mencintainya. “Gimana kuliahmu?” “Kinan sekarang masuk semester akhir, Pak. Kinan kuliah di…” “Sastra Indonesia Unpad,” potong Pak Rama cepat sekali. “Dan kamu selalu dapat IP tertinggi di kelasmu. Juga Bapak dengar, di sana kamu sering ikut lomba baca puisi, dan selalu menang. Alumni terbaik seperti kamu, selalu menjadi perbincangan di sekolah.” Ah, Pak Rama selalu saja memujinya dan membuatnya tersanjung. Dia memang tidak pernah berubah. Masih tetap ganteng, baik dan ramah. Yang berubah, dia sudah menikah dan punya anak, tentunya. Begitu yang terpikir oleh Kinanti. “Kin, Bapak kangen sekali sama kamu,” Pak Rama menatapnya. Ah, tatapan yang sama seperti dulu. Tatapan penuh arti namun sulit dimengerti Kinanti. Tatapan matanya yang teduh bagaikan telaga. Alangkah damainya bila aku bersuamikan dia! Kinanti berkhayal dalam hati. Tapi segera ditepis khayalannya itu. Ingat Kinanti, dia sudah beristri dan punya anak. Setelah tidak kuasa menolak tatapannya, Kinanti menundukkan kepala. “Selama hampir lima tahun, Bapak… sangat ingin ketemu kamu, Kin,” dia bicara setengah berbisik. “Tolong Pak! Jangan beri Kinan harapan!” ucap Kinanti bergetar. “Kinan tidak mau kecewa lagi.” “Kinan…” kata Pak Rama pelan sekali, hampir tidak terdengar. “Kamu tahu, selama lima tahun Bapak mencari kamu.” Dua tetes air mata jatuh di kedua belah pipi Kinanti. Apa arti semua ini? Setelah Kinanti menganggap Pak Rama tidak mencintainya, sekarang dia bilang, selama ini mencari Kinanti. Untuk apa? Cepat-cepat Kinanti meninggalkan Pak Rama. Sungguh, pertemuan ini membuat perasaannya tidak karuan. Walaubagaimanapun, dia tidak ingin asa dalam hatinya tumbuh lagi. Walau tidak bisa kupungkiri, dia sulit melupakan lelaki itu.

Updated at

Read Preview
Pondok Hantu

Pondok Hantu

Reads

Tiba-tiba tersentak. Ia baru ingat, bukankah mukena ada di kamar sebelah, ketika kemarin ada Diandra, teman kuliahnya yang menumpang shalat di kamar kosong itu, lalu meminjam mukenanya? Dan belum dikembalikan. Berarti mukena itu belum ada di kamar ini. Lalu, kain putih apa yang tergantung di belakang pintu dan sekarang tengah bergerak? Keringat dingin mulai bercucuran membasahi wajah, leher dan bagian tubuh lainnya. Berselimut untuk menghindari? Ups, selimut masih terlipat rapi di dekat kakinya dan tangannya tak mungkin menggapai, tak ada kekuatan. Kakinya pun kaku. Ingin berteriak, mulutnya terkunci rapat. Ingin menangis, suara tak keluar juga. Lehernya terasa tercekik. Suara yang hendak keluar tertahan di kerongkongannya. Suasana haning. Di luar, tak ada tanda-tanda orang masih melek. Sepi seperti di kuburan. Di dalam kamar, suasana kian mencekam. Cika didera takut yang luar biasa. Membayangkan kain yang berkibar itu akan menelannya. Akhirnya mulut Cika bisa bergerak. Namun suaranya masih belum bisa keluar. Dicoba lagi. Dipaksakan. Mulailah melafalkan doa. Namun masih sulit. Dihelanya napas sepanjang mungkin. Tatapannya belum bisa lepas dari kain putih yang bergerak. Kain itu kian jelas terlihat walau gelap. Tinggi, setinggi tubuh manusia. Terbungkus seperti guling. Cika menatap ke bagian atasnya. Kepala yang di atasnya ada talinya. Tubuhnya tetap bergeming tak bisa digerakkan. Mulutnya terkunci lagi. Rasa takut kian menguasainya. Makhluk yang berbentuk menyerupai guling di balik pintu itu mengawasinya. Menatap Cika yang terbujur kaku seperti mau menelannya. Malam kian merayap. Cika menembus detik demi detik dengan lambat. Terpasung dengan ketakutan yang maha sangat. Hingga akhirnya mulutnya pun terbuka dan ayat-ayat suci Al- Qur’an mulai dilantunkan dengan suara bergetar. Ketika terdengar sayup-sayup dari masjid yang jauh, suara orang Tahrim, makhluk itu pun tiba-tiba menghilang.

Updated at

Read Preview
TEROR KACA JENDELA

TEROR KACA JENDELA

Reads

Ray Raksa Muhammad, remaja tujuh belas tahun; berulang kali mendengar suara aneh di jendela rumahnya pada tengah malam. Rasa penasarannya yang tinggi berujung kala bersirobok dengan seonggok kepala berwajah menyeramkan yang hendak menerkamnya. Lalu terusik dengan suara yang sama. Bahkan kepala itu muncul lagi. Seolah terus menerornya. Bulan-bulan kemudian, ia banyak mengalami peristiwa yang berhubungan dengan hantu. Apa berupa suara atau wujud yang berubah-ubah. Bahkan teman-teman dekatnya. Saudaranya. Keluarga besarnya. Tak henti diteror. Disergap dalam ketakutan yang kian mencekam. Kesemuanya itu dihantarkan oleh Wak Dulah, lelaki tua sakti yang ingin mewarisi Ray dengan ilmu hitam yang menyesatkan. Untuk memanjakan hasrat duniawi.

Updated at

Read Preview
ERIKA

ERIKA

Reads

ERIKA memiliki masa kecil yang manis bersama ibu tirinya yang berhati emas. Bahkan, ia nyaris tak pernah tahu di rahim perempuan mana ia pernah bersemayam. Tak banyak yang mencintainya. Namun senyumnya selalu menawan. Ia cukup bahagia bisa bersama sang bidadari. Yang selalu melimpahinya dengan kasih sayang. Namun tak berlangsung lama kala kebahagiaan yang disesapnya itu harus terampas oleh orang yang hendak menyingkirkannya. Ia tak berdaya. Erika yang tumbuh menjadi remaja cantik, melewati hari demi hari yang kerap berliku penuh kerikil tajam. Ia berusaha melintasinya dalam segala keterbatasan. Meski kaki-kakinya lelah dan berdarah-darah. Air mata melimpah ruah tergenang dalam batinnya. Ia terus melangkah. Ia terus bertahan. Berjalan dan bertahan. Tanpa orang-orang yang mencintainya. Ia pantang menunjukkan kelemahan. Justru memantik mereka leluasa memperdayanya. Kekecewaan, kesedihan yang menggauli kehidupannya tidak membuatnya surut menggapai impian. Bagaikan santapan makan pagi. Rekam jejak disakiti, diabaikan, dicampakkan, menjadikannya semakin kuat. Hidup bukan untuk ditangisi. Perlu perjuangan yang keras dalam mempertahankan agar tak tersisihkan oleh orang-orang yang melukis sayatan pedih di sepenggal kehidupannya. Bangkit sendiri, meski berbalut luka. Benci dan cinta tak dapat terelakkan. Ia pernah benci tersebab cinta. Ia pernah cinta tersebab terpedaya dalam kubangan yang menawarkan dusta. Seiring usia bertambah, ia kian tegar. Impiannya tak sederhana. Lalu berhasil menangkapnya. Merengkuhnya. Sesekali membenamkan kenangan yang terlampau pahit bagaikan empedu. Bayangan masa silam intim melingkarinya. Terkadang ia terjerat. Terjerambab dalam kisah lama yang menyulut dendam dalam dada. Dendam yang kembali menyala-nyala dan kian berkobar. Di mana orang-orang yang pernah mencintainya? Satu, dua, tiga... tidak. Tidak ada. Tidak ada yang mencintainya. Yang ada, yang tak mencintainya. Semua sama. Semua tiada beda. Merata. Jika pun ada yang mendeklarasikan ‘masih cinta’, ia tak begitu saja percaya. Hidup terlalu banyak terbingkai kepura-puraan. Menjauhlah, usirnya. Jangan mendekat, teriaknya. Atau... aku yang berlari, tantangnya. Semuanya menakutkan. Mengerikan

Updated at

Read Preview

Navigate with selected cookies

Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.

If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.