"Mas, tadi Zian telepon katanya ibu sakit! ia berinisiatif membawanya ke dokter dan ternyata harus di rawat, bisa 'kah kamu transfer lima juta saja ke rekening Zian?" "Ibumu selalu saja seperti itu, bulan kemarin juga baru keluar dari rumah sakit masa sekarang ke rumah sakit lagi! belum lagi uang biaya kuliah adik kamu, membuat kepalaku pusing."
"Jangan mengajarkan apa itu artinya menghargai, kalau tubuhmu saja masih bisa aku beli." Jleb, perkataan Dav membuat jantung Alana serasa berhenti. Ia melupakan satu hal, memang benar dirinya menikah dengan Dav karena jual beli dengan syarat tertentu. Matanya mengembun, baru kali ini suaminya mengatakan hal seperti itu. "Kenapa diam? Kamu tidak terima aku mengatakan hal itu? Lantas diantara kita siapa yang tidak menghargai, kamu atau aku? Aku hanya meminta kamu untuk pergi menemaniku saja kamu berbohong padaku dan lebih memilih pergi ke kampus sialan itu, kamu sengaja datang ke sana pura-pura mau belajar padahal bertemu dengan pria b******k itu, hah?"
Aku memegang tangan laki-laki itu secara tak sengaja di sebuah Restoran cepat saji langgananku saat membeli kopi sebagai penghilang penat. Entah kenapa tiba-tiba perutku melilit membuatku terpaksa memegang dan meremas jari-jemarinya dengan keras. Sepertinya ia tidak keberatan dengan apa yang kulakukan, buktinya saja dia malah memandangku dengan penuh kekhawatiran. "Kamu baik-baik saja?" Tanyanya padaku tanpa melepaskan pandangannya, matanya yang sedikit kebiruan membuatku berfikir bahwa dia bukan orang asli Indonesia. Ah, sial perutku semakin sakit, ini bukan waktunya untukku terpesona pada pria tampan yang ada di hadapanku.
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.